JAPER Jakarta - Pemilu 2014 merupakan kesempatan penting bagi
masyarakat Indonesia untuk ikut menentukan pemerintahan lima tahun mendatang ke
arah yang pro penyelamatan lingkungan. Karena itu bahaya perubahan iklim
merupakan satu isu strategis yang harus masuk dalam Pemilu 2014.
Acara ini sendiri
merupakan hasil kerjasama antara Yayasan Perspektif Baru (YPB) dan Konrad
Adenauer Stiftung (KAS), dan digelar di kampus Universitas Nasional, Jakarta,
Senin (8/7).
Mengawali diskusi,
Wimar Witoelar, pendiri YPB, selaku moderator mengatakan pergantian
pemerintahan dan anggota dewan hasil Pemilu 2014 dapat berdampak pada
upaya-upaya pencegahan perubahan iklim yang sudah mulai menjadi kenyataan.
Saat ini, katanya,
Indonesia telah menarik harapan dunia ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
pada November 2009 memberikan komitmen untuk menjalankan skema Reducing
Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) dan mendukung upaya
perlindungan terhadap perubahan iklim.
Menurut Gita
Syahrani, Senior Associate on Climate Change & Green Investment DNC
Advicates at Work, REDD+ saat ini menjadi contoh agenda lingkungan hidup yang
harus diperjuangkan, salah satunya melalui upaya instrumen pendanaan yang
bertanggungjawab untuk mempercepat perbaikan lingkungan dalam meningkatkan tata
kelola hutan dan lahan gambut di Indonesia.
"Setelah
Presiden Yudhoyono tak lagi memimpin, Indonesia membutuhkan pemimpin yang tepat
dan mampu melanjutkan perjuangan ini. Harus diingat bahwa lebih dari 50% calon
pemilih di Pemilu 2014 nanti adalah generasi muda," kata Gita.
Sementara itu,
Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif WALHI mengatakan, pembangunan yang
berorientasi semata-mata untuk mengutamakan pertumbuhan telah menyebabkan
peminggiran rakyat dan hancurnya ekosistem serta keragaman hayati.
Ia juga mengajak
audiens untuk menjadi pemilih pintar dengan cara menganalisis latar belakang
para calon.
Desmen Rahmat Eli
Hia, praktisi hukum, menjelaskan bahwa ancaman terbesar untuk mendapatkan
pemimpin yang tepat adalah golongan putih (golput).
Jika angka golput
pada Pemilu 2014 besar, maka yang bertarung hanyalah orang partai dengan
beragam kepentingan. Sementara masyarakat yang telah menyia-nyiakan suaranya
tidak akan terwakili kepentingannya. (beritasatu.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar